By : Muliadin Iwan (Mr.Mul)
“kita berjodoh Bukan karena lamanya
bertemu, tetapi karena berjodolah maka kita dipertemuan.”
Nampaknya kalimat di atas menjadi kalimat yang tepat untuk menggambarkan
bagaimana pertemuan saya dengan Dewi yang singkat tapi bermaknah. Masih
teringat betul saat moment pertama saya berjumpa Dewi. Walau tak ingat dengan
pasti tanggalnya, tapi yang pasti waktu itu pertengahan Bulan Agustus 2020.
Kala itu Dewi datang sebagai guru baru yang akan menggantikan Miss Ineu untuk
mengajar Pelajaran Geografi karena Miss Ineu hendak resign karena harus
mengikut calon suaminya ke Jawa Timur.
Meski sudah berjumpa dengan Dewi sejak pertengahan Agustus sejujurnya waktu
itu belum ada perasaan suka sama sekali, melainkan hanya rasa penasaran semata.
Ya biasalah kalau kita berjumpa orang baru pasti selalu punya rasa ingin tahu satu sama lain. Tapi karena karakter saya yang cenderung sangat
pemalu terhadap perempuan, sehingga saya lebih pasif ketika berhadapan dengan
perempuan. Jangankan untuk bertanya, bahkan untuk menyapa Dewi pun saya sangat
malu. Bahkan dalam beberapa kesempatan saya sempat memutar haluan dan mencari
alternatif jalan lain ketika melihat Dewi akan melintas di jalan yang sama.
Sungguh sebuah tindakan yang sangat aneh dan kaku bagi seorang pria. Tapi mau
bagaimana lagi, itulah diri saya yang sebenarnya. Tak heran jika saat ini Dewi menganggap
saya sangat kaku, pemalu,
serius, formal bahkan kadang-kadang aneh.
Waktu berjalan terus hingga minggu berganti Bulan. Memasuki bulan
September, rasa penasaran saya terhadap Dewi semakin memuncak. Nampaknya sejak
saat itu mulai timbul butiran-butiran cinta. Entah angin apa yang menembus
dadaku, hingga setiap melihat Dewi, nadi berdenyut kencang hingga jantung
berdetak tak karuan. Sepanjang saya berjumpa dengan kaum hawa, saya belum pernah
merasakan getaran sebagaimana saat berjumpa Dewi. Sangat sulit untuk menjelaskan perkara yang satu
ini, karena ini memang perkara hati yang memang sulit dijelaskan dengan
kata-kata. Sebagaimana kata pepatah “ketika
cinta telah berbicara, maka mulut akan berhenti berkata-kata sementara hati
akan terus merasa”. Ya memang sejak saat itu saya terus merasa, merasa
bahwa getaran jiwa
saya terhadap Dewi sebagai
sinyal Jodoh.
Meski Saya dan Dewi sering berjumpa ketika hari-hari kerja, tetapi tak ada
obrolan khusus diantara kami. paling hanya sekedar melempar senyuman
tipis-tipis sembari mengucap salam. Itupun kami sering menundukkan pandangan
satu sama lain, karena sama-sama pemalu. Terlebih lagi saya dan Dewi sering menghabiskan
waktu di tempat yang berbeda. Dewi menghabiskan waktunya di Laboratorium IPA,
sementara saya lebih banyak menghabiskan waktu di Labkom 1, sehingga tidak
memungkinkan kami untuk banyak berkomunikasi. Hanya sekali saja terjadi obrolan
agak panjang diantara kami. kala itu, kebetulan saya dan Dewi datang ke kantor
lebih pagi sehingga terjadilah interaksi yang dimulai oleh Dewi.
“Mr
berasal dari Sulawesi y?” tanya Dewi kepadaku.
“Oh iya Miss, benar” jawabku dengan hati yang deg-degan.
“Sulawesinya dimana Mr?” Dewi kembali melontarkan pertanyaan.
“Buton Tengah (Muna) Sulawesi Tenggara” jawabku.
“Trus
kalau Miss Dewi di Sulawesi bagian mana?” ujarku dengan penuh rasa penasaran.
“Saya juga dari Sulawesi Tenggara Mr. Ibu
saya dari Walingkabola (Muna) dan Ayah saya dari Kendari, Cuma saya lahir dan
besar di Kota Kinabalu (Malaysia),” Jawab Dewi.
“Oh ya? Wah satu daratan berati kita Miss.
Dekat itu ama kampung saya Miss. Biasanya kalau abis lebaran kami pikniknya di
Kampung Miss Dewi (Walingkabola) karena disana bagus tempat wisatanya” jawabku dengan penuh semangat dan antusias.
“Tapi saya belum pernah kesana Mr. Paling kalau
pulang, pulangnya di kampung Ayah di Kendari, itupun baru sekali waktu saya
masih sekolah disini” Jawab
Dewi.
“berati kalau nanti ada rencana balik ke
Sulawesi, kita bisa bareng Miss. Kebetulan disini (Jabodetabek) kami punya
teman-teman dan komunitas Mahasiswa yang berasal dari Buton-Muna. Jumlahnya sangat
banyak. Dan biasanya kalau mudik, suka rame-rame.” Ujarku dengan nada antusias dan penuh harap.
“Iya Mr” jawab Dewi dengan singkat, sembari tersenyum.
Obrolan kami terus dilanjutkan. Tetapi tak berselang lama, beberapa guru pun
mulai berdatangan ke kantor, sehingga perbincangan kami Langsung berakhir. Padahal
waktu itu masih banyak yang ingin saya tanyakan dan nyatakan kepada Dewi. Tetapi
karena situasi dan kondisi sudah tidak memungkinkan lagi, maka saya hanya bisa
berharap jika suatu saat nanti akan ada moment kami bisa berbincang-bincang lebih
lama dari hari itu.
Tapi syukurlah, meski perbincangan kami pagi itu tak terlalu lama, tetapi
bagi saya itu sangat bermaknah. 4 (empat) point besar yang saya peroleh dari
obrolan saya dengan Dewi pagi itu:
1.
Saya mendapat
respon positif dari Dewi.
2.
Sedikit
rasa penasaran saya terhadap Dewi telah terobati ketika mendapatkan beberapa
jawaban.
3.
Saya merasakan
kenyamanan saat berbincang-bincang dengan Dewi.
4.
Saya merasa
punya peluang besar untuk membuka oblolan lebih panjang dengan Dewi.
Semenjak kejadian itu, saya mulai menyimpan No.Kontak Dewi di HP saya, dengan
harapan Dewi pun akan melakukan hal yang sama. Tetapi hingga beberapa hari,
nampaknya belum ada tanda-tanda kalau Dewi telah melakukan hal yang sama. Hal
ini terbukti setiap kali saya update status di WA, tak nampak sekalipun No.
kontak atas nama Dewi yang melihat status WA saya. Tapi mau diapa, saya juga
tidak punya keberanian dan gengsi untuk meminta Dewi menyimpan No.Hp saya. Hingga
tibalah masanya ketika Dewi menghubungi saya untuk yang pertama kalinya,
tepatnya diakhir bulan September. Pucuk dicinta ulang pun tiba, akhirnya yang diharapkan datang menyapa. Walau
yang ditanyakan waktu itu hanyalah buku Geografi Miss Ineu, tetapi saya sangat
senang karena ini adalah peluang saya untuk membuka komunikasi lebih jauh dengan
Dewi.
Sejak chatt kami yang pertama hari itu, ternyata Dewi mulai menyimpan
No.Kontak saya. Dalam beberapa kesempatan, ketika Dewi sedang update status WA,
saya memberanikan diri untuk mengomentari, dan alhamdulillah mendapatkan
respon. Meski mendapat balasan singkat, tetapi saya melihat itu sebagai sinyal
lampu hijau yang memungkinkan saya untuk terus bergerak maju, minimal sebagai
teman dekat dahulu.
Langkah saya untuk mendekati Dewi sedikit terhenti ketika saya menyaksikan Dewi
yang sedang didekati oleh salah satu guru yang merupakan teman saya sendiri.
Saya berpikir bahwa Dewi juga menaruh hati pada teman saya tersebut. Meski saya
sedikit cemburu, tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena saya dan Dewi
juga tak punya hubungan apa-apa. Sebagai laki-laki biasa, saya juga sadar diri dan
merasa ragu jikalau Dewi akan benar-benar menaruh hati terhadap saya.
Tapi saya tidak mau berputus asa. Saya sadar bahwa yang menggerakkan hati
manusia adalah Allah SWT. Dihadapan Allah tak ada satupun yang mustahil. Jangankan
untuk menggerakkan hati manusia, menggerakkan alam semesta pun itu terlalu
mudah bagi-Nya. Jadi saya mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Karena waktu itu
saya sudah punya niatan untuk menikah, saya berdoa jikalau Dewi memang merupakan
tulang rusuk saya yang telah tertulis di Lauh
Fahfudz (Kitab Induk), maka saya memohon agar Dewi ini dijagakan untuk saya
dan dimudahkan ke jenjang pernikahan. Sebaliknya, kalau bukan Jodoh, maka saya
meminta agar saya disadarkan sehingga tidak larut dalam lautan asmara yang
tidak bertepi.
Segala puji bagi Allah, yang punya kuasa dan kehendak untuk menggerakkan
hati manusia, termasuk menggerakkan hati kami agar punya kecenderungan satu
sama lain. Allah yang punya kuasa untuk menanamkan dan mencabut cinta dari hati
siapa saja yang Ia kehendaki. Dalam lubuk hati kami yang paling dalam telah
terbesit sebuah ucapan. Dari Dewi muncul keyakinan bahwa saya-lah yang akan
menjadi Imamnya kelak, sementara saya-pun memiliki keyakinan bahwa Dewi-pun
akan jadi makmum saya. Bagaikan cintanya Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali.
Meski tak saling berbalas kata, tetapi mereka saling berbalas doa. Mulut mereka
diam, tetapi hati mereka saling menatap dan berinteraksi dalam doa. Pada setiap
langit yang mereka tatap, selalu ada rindu yang dititip. Allah-lah yang
kemudian mempertemukan mereka dalam ikatan cinta paling suci dan mulia, yaitu
Pernikahan.
Memasuki bulan Oktober 2020 mulai berhembus desas-desus dari para Netizen di
lingkungan sekolah kalau Dewi menaruh hati kepada saya. Dari sahabat dan teman
seperjuangan saya yang bernama Mr.Egi dan Miss Eri mendatangi saya ke Labkom 1.
Saat itu sekitar jam 11 siang, saya baru saja selesai mengajar Online. Sebenarnya
waktu itu saya merasa agak lelah, tetapi karena mereka membawa berita gembira, saya
mendadak bagkit dan bersemangat layaknya orang yang baru saja minum pil kuat.
“Mr saya mau ngomong sesuatu ama kamu” ujar Miss Eri dengan nada serius.
“Emang mau ngomong apa Miss” balas saya dengan santai.
“Kamu udah punya niatan serius buat nikah
belum?” ujar Miss Eri
disertai tatapan serius.
“Saya udah punya niatan serius, tapi masih
kurang siap secara financial” jawabku dengan nada lirih.
“Miss Dewi itu loh Mr, lagi nunggu orang
yang mau serius. Kamu jangan dulu mikirin uang, yang penting kamu niat aja
dulu. Gimana, kamu siap gak?” Ujar Miss Eri dengan nada yang makin serius.
“Iya Bro, yang penting niat dulu, uang
bisa diusahakan”, Ujar
Mr.Egi, menambahkan pernyataan Miss Eri.
“Emang Miss Dewi mau ama saya?”, tanyaku dengan serius dan penuh rasa
penasaran.
“Dia mau Mr, makanya saya datang kesini
ketemu kamu”, Ujar Miss
Eri yang kembali ingin meyakinkan saya.
“Kirim salam aja dulu ke Miss Dewi, nanti
kita obrolin lagi” Ujarku
kepada Miss Eri.
“Jangan lama-lama ya Mr, jangan lama-lama.
Miss Dewi lagi nunggu kepastian dari kamu”, Ujar Miss Eri yang kemudian mengakhiri perbincangan
kami.
Sejak perbincangan saya dengan Miss Eri dan Mr.Egi siang itu, hari-hari
saya menjadi lebih indah dan berwarna. saya menjadi lebih bersemangat dalam
banyak hal. Meskipun demikian, hati saya masih diliputi keraguan dan pikiran
saya masih diselimuti beberapa pertanyaan, seperti : Benarkah Dewi suka sama
saya? Kalau iya, kok bisa? Apakah orang tuanya mau menerima saya? Dan masih
banyak lagi pertanyaan saya. Pertanyaan ini terus mutar ke dalam kepala saya.
Pertanyaan-pertanyaan di atas wajar aja, karena saya memang tipikal orang
yang sulit untuk benar-benar percaya hingga saya mendengar dan melihat
langsung. Saya percaya terhadap informasi yang disampaikan Miss Eri dan Mr.Egi,
tetapi saya butuh untuk mendengarkan dari orangnya langsung. Oleh karenanya, saya
makin punya inisiatif untuk menghubungi Dewi dan meminta klarifikasi langsung
mengenai informasi ini. Tapi sebelum bertemu Dewi, saya kembali mendengarkan
informasi yang sama dari rekan kerja saya yang lain bernama Miss Ninda. Intinya,
kata Miss Ninda, Dewi memang benar-benar fix menaruh hati pada saya.
Akhirnya, pada Kamis tanggal 22 Oktober 2020 saya memberanikan diri untuk
mengajak Dewi berjumpa langsung di Lab.IPA dengan dimediasi oleh Miss Eri. Ajakan
saya diterima, dan sekitar jam 11.40 siang kami sepakat bertemu dan berbincang-bincang
disana. Langsung saja saya mengucap salam dan memulai obrolan kami:
“Miss, tujuan saya mengajak Miss Dewi dan
Miss Eri disini adalah untuk mengklarifikasi informasi yang saya dengar dari
teman-teman. Tolong jawab dengan jujur Miss, benarkah Miss Dewi suka sama saya?” Tanyaku dengan nada serius disertai hati
yang deg-degan.
Hening sejenak, lalu Dewi menjawab singkat “iya Mr” jawab Dewi dengan perasaan malu-malu sembari menundukkan
kepala.
Mendadak kemerah-merahan wajah saya ketika mendengar kata “Iya” dari Dewi. Jantung saya makin berdetak
tak karuan, karena memang baru kali ini mendengar langsung dari mulut seorang
wanita kalau ia menyukai saya. Terlebih lagi yang menyampaikan itu adalah orang
yang juga saya sukai.
Sambil menghela napas dalam-dalam untuk memastikan saya tetap tenang dan
tidak pingsan duluan, saya pun kembali melanjutkan pertanyaan “Saya pengen dengar alasannya Miss, kenapa Miss
Dewi bisa suka ama saya” tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
Sembari menundukkan kepala dan penuh malu-malu, Dewi-pun menjawab “Saya gak tahu kenapa Mr, tapi intinya
setiap lihat Mr itu saya yakin, kalau Mr akan jadi imam saya kelak. Semua yang
saya lihat di Mr itu sesuai dengan doa saya” jawab Dewi.
Mendengar jawaban Dewi di atas, detak jantung saya makin tak terkontrol. Saking
bapernya serasa pengen pingsan benaran di tempat itu. Untungnya tidak benaran
pingsan, kalau benaran pingsan, kasihan juga, siapa yang bakal ngangkat saya?.
Belum sempat saya kembali melontarkan pertanyaan, Dewi langsung mengambil
inisiatif untuk bertanya kepada saya “kalau
Mr sendiri gimana perasaanya ke saya?” ujarnya dengan wajah yang diliputi
rasa penasaran.
“Ya
saya suka”. Jawabku.
Dewi kembali melanjutkan pertanyaan “Mr
sendiri alasannya apa, bisa suka ke saya?”.
Tak menunggu jeda lama, langsung saja pertanyaan itu saya sambar dengan
jawaban “Saya suka dan yakin bahwa Miss Dewi
itu akan jadi istri saya karena semua ciri yang nampak pada diri Miss Dewi itu
sesuai dengan doa yang saya panjatkan kepada Allah, seperti: perilakunya baik, satu
suku (Muna-Buton), punya kulit putih, anak yatim, perantau, terlebih lagi Miss
Dewi itu Guru Geografi. Itu pelajaran favorit saya semasa SMA dulu” Jawabku
dengan penuh semangat.
Mendengar jawaban saya di atas, Dewi hanya bisa tersenyum-senyum malu. Kemudian
Miss Eri melontarkan pertanyaan “jadi
kamu serius gak Mr sama Miss Dewi? Soalnya dia gak mau pacaran, dia itu nunggu
laki-laki yang serius” Tegas Miss Eri.
“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada
Miss Dewi karena sudah membukakan ruang hatinya kepada saya. Jujur saya sangat serius
sama Miss Dewi, dan saya menghargai perasaan Miss Dewi. Dilain pihak, saya juga
sadar diri belum punya apa-apa. Saya hanyalah laki-laki kampung biasa yang
berasal dari keluarga biasa. Jadi silahkan Miss Dewi cari dulu laki-laki yang
lebih baik dari saya. Nanti kalau memang kita berjodoh pasti akan bertemu lagi.
Jodoh tak akan kemana,”
Jawabku dengan perasaan sedih.
Mendengar jawaban saya di atas nampaknya raut wajah Dewi langsung berubah,
antara bercampur sedih dan kesal. Sementara Miss Eri sangat kesal terhadap
saya, karena jawaban saya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Begitu menyakitkan
dan mengiris hati. Intinya mereka berdua begitu kecewa dengan pernyataan saya. Obrolan
kami pun akhirnya berakhir.
Pelajaran yang bisa saya ambil dari sini adalah bahwa, ketika seorang wanita
telah jatuh cinta kepada kita (laki-laki) dengan tulus, maka ia sudah tidak
perduli lagi tentang bagaimanapun kondisi kita. Tugas kita hanya perlu menjaga
perasaan mereka dan membuktikan bahwa mereka tidak salah memilih kita, bukan
sebaliknya. Itulah kesalahan saya waktu itu, mencoba menjelaskan sesuatu alasan
yang sebenarnya itu tidak terlalu penting dimata seorang wanita.
Sejak meninggalkan ruangan Lab.IPA, hati saya benar-benar tidak tenang. Batin
saya benar-benar berkecamuk. Makan tak kenyang, tidur pun tak lelap. Ini akibat
mengingat kembali ucapan-ucapan saya yang sebenarnya bertentangan dengan isi hati
saya. Terlebih lagi setelah itu Dewi benar-benar menghindari saya karena
kecewa.
Karena benar-benar tidak tenang, akhirnya saya mulai Istigharah dan berkomunikasi dengan keluarga saya mengenai niatan
saya. Ketika hati sudah mantap untuk mengajak Dewi menikah, maka pada hari
Sabtu, 24 Oktober setelah sholat Ashar saya kembali menghubungi Dewi untuk
meminta maaf. Kemudian saya jelaskan kembali perasaan saya kepada Dewi. Pada akhirnya,
saya langsung sampaikan tujuan besar saya yaitu mengajak Dewi untuk menikah. Ajakan
tersebut diterima, lalu pada hari Senin, tanggal 26 Oktober 2020 saya
dipertemukan dengan ibunya melalui Video Call. Dihadapan ibunyalah saya
sampaikan niatan serius saya untuk menikahi Dewi. Alhamdulillah diterima, dan
ibunya turut mendoakan kami berdua sampai dengan masa sekarang.
(Bersambung)....
Nanti
kita lanjutkan lagi y.. hehehe...